Salah satu cinderamata khas yang tidak boleh dilupakan saat liburan
ke Flores adalah kain tenun ikat. Anda bisa mengunjungi Maumere untu
membeli dan melihat langsung pembuatannya. Yuk!
Selain batik, kain khas yang dimiliki Indonesia adalah kain tenun
ikat. Anda bisa memperolehnya saat berlibur ke Maumere, NTT. Di sana,
pelancong bukan cuma bisa membeli kain yang diinginkan, tapi juga
melihat langsung proses pembuatannya.
Suku di Maumere yang aktif membuat kain tenun adalah Sikka. Suku yang
desanya berada sekitar 18 km dari pusat Kota Maumere ini menjadi tempat
para Mama menenun kain ikat.
Turis yang kebetulan sedang berlibur di Maumere, bisa melihat ada
banyak Mama yang sedang asyik membuat kain di depan rumah. Ya, kain
tenun ikat ini memang dibuat oleh para wanita Flores yang biasa
dipanggil "Mama". Dengan tekun dan teliti, mereka menyusun benang
satu-persatu menggunakan alat tenun sampai menjadi kain tenun utuh.
Proses pembuatan ini tidaklah mudah dan memakan waktu yang cukup
lama. Para mama harus menghabiskan waktu lebih dari satu bulan untuk
membuat selembar kain tenun. Khusus sarung tenun yang siap pakai, waktu
pembuatannya lebih lama, mencapai 8 bulan. Wah!
Pembuatan kain tenun ini diawali dengan pewarnaan benang. Tidak
seperti kain dari perusahaan tekstil yang menggunakan bahan pewarna
kimia, kain tenun ikat yang dibuat para mama, menggunakan bahan alami.
Biasanya, warna yang digunakan adalah kuning, merah, biru dan juga
cokelat. Untuk warna kuning, mama menggunakan bahan dasar kunyit, dan
warna biru berasal dari daun nila. Untuk membuat kain tampak lebih
berwarna, warna merah yang berasal dari akar mengkudu, dan cokelat dari
batang kakao ditambahkan pada kain.
Untuk motif, mama menggunakan dua jenis motif, yaitu tradisional dan
modern. Motif tradisional adalah motif yang kental dengan budaya
animisme dan dinamisme. Sedangkan motif modern, pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan yang tradisional, yang membedakan hanya ada beberapa
tambahan motif serta tingkat ketebalan motif.
Uniknya, setiap motif yang diciptakan bisa menjadi identitas daerah
asal pembuatan. Jadi, kain yang dibuat mama asal Ende berbeda dengan
kain yang dibuat mama asal Maumere.
Selasa, 12 Juni 2012
Kekayaan Kain Tenun Nusa Tenggara Timur
KOMPAS.com - Indonesia memiliki banyak kekayaan
budaya dalam bentuk kain tradisional. Setiap daerah di Indonesia
memiliki berbagai jenis kain yang indah, seperti songket, batik, tenun,
dan lain sebagainya. Salah satu provinsi yang dikenal memiliki kain
tenun dengan motif yang begitu kaya adalah Nusa Tenggara Timur (NTT).
NTT memiliki 20 kabupaten dan satu kota yang dihuni oleh 15 suku atau etnis tertentu, dengan adat dan kebudayaan masing-masing.
"Masing-masing suku ini memiliki kreasi kain tenun mereka sendiri sesuai dengan adat, budaya, dan kesenian mereka. Ini terlihat dari corak hias atau motif tenunannya," ungkap Ketua Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) NTT, Lusia Leburaya, menjelang show Musa by Musa Widyatmodjo "The Flobamora Indone(she)aku" di Hotel Harris, Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (23/5/2012) lalu.
Lusia mengungkapkan, setiap suku memiliki ragam hias tenunan, yang menampilkan berbagai tokoh mitos, binatang, tumbuhan, dan motif abstrak yang dijiwai dari penghayatan akan alam semesta. Lusia menambahkan, di Alor saja dapat ditemukan hampir sekitar 81 motif tenun.
Kain tenun yang dikembangkan oleh setiap suku di NTT ini merupakan seni kerajinan tangan yang diajarkan secara turun-temurun kepada anak-cucu. Kain tenun ini secara adat dan budaya memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai busana sehari-hari, busana untuk tarian atau upacara adat, sebagai mas kawin, alat penghargaan dalam upacara kematian, alat pembayar denda adat, alat tukar (uang), perlambang strata sosial seseorang, alat penghargaan kepada tamu, sampai alat untuk menolak bencana.
Dalam masyarakat NTT, kain tenun dianggap sebagai harta kekayaan yang bernilai tinggi karena kain ini pembuatannya sangat sulit dan membutuhkan waktu lama. "Selain dibedakan dari motifnya, kain tenun juga dibedakan menurut proses pembuatannya, yaitu tenun ikat, tenun buna, dan tenun sotis," jelas Lusia.
1. Tenun ikat
Disebut kain tenun ikat karena proses pembentukan motifnya dilakukan melalui pengikatan benang-benang. Sedikit berbeda dengan di daerah lain dalam menggunakan cara benang pakannya (benang yang dimasukkan melintang pada benang lungsin ketika menenun kain), masyarakat NTT menenun dengan mengikat benang lusi (lungsi). Kain tenun ikat banyak ditemukan tersebar merata di semua kabupaten NTT, kecuali di kabupaten Manggarai dan sebagian kabupaten Ngada.
2. Tenun buna
Tenun buna ini merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh masyarakat sekitar di Timor Tengah bagian utara, dan banyak terdapat di kabupaten Kupang, Timor Tengah bagian selatan, Belu, dan Timor Tengah bagian utara. Proses pembuatan tenun buna dilakukan dengan mewarnai benang terlebih dulu. Benang yang sudah diwarnai kemudian digunakan untuk membentuk motif yang berbeda-beda pada kain.
3. Tenun lotis atau sotis
Lotis merupakan perpaduan dari kain tenun dengan gaya sulam. Tampilannya mirip dengan tenun songket. Proses pembuatannya mirip dengan tenun buna dimana benang harus diberi warna lebih dulu. Perajin tenun lotis biasanya akan melakukan dua pekerjaan sekaligus, yaitu menenun dan menyulam beberapa motif, sehingga dalam satu kain akan terlihat motif seperti tiga dimensi karena jahitan yang agak menonjol keluar.
Gaya tenun ini banyak terdapat di Kupang, Timor Tengah bagian selatan, Timor Tengah utara, Belu, Alor, Flores Timur, Lembata, Sikka, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, dan Sumba Barat. "Jenis kain inilah yang paling rumit proses pembuatannya, dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Tak heran kalau harganya lebih mahal," tutur desainer Musa Widyatmodjo.
NTT memiliki 20 kabupaten dan satu kota yang dihuni oleh 15 suku atau etnis tertentu, dengan adat dan kebudayaan masing-masing.
"Masing-masing suku ini memiliki kreasi kain tenun mereka sendiri sesuai dengan adat, budaya, dan kesenian mereka. Ini terlihat dari corak hias atau motif tenunannya," ungkap Ketua Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) NTT, Lusia Leburaya, menjelang show Musa by Musa Widyatmodjo "The Flobamora Indone(she)aku" di Hotel Harris, Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (23/5/2012) lalu.
Lusia mengungkapkan, setiap suku memiliki ragam hias tenunan, yang menampilkan berbagai tokoh mitos, binatang, tumbuhan, dan motif abstrak yang dijiwai dari penghayatan akan alam semesta. Lusia menambahkan, di Alor saja dapat ditemukan hampir sekitar 81 motif tenun.
Kain tenun yang dikembangkan oleh setiap suku di NTT ini merupakan seni kerajinan tangan yang diajarkan secara turun-temurun kepada anak-cucu. Kain tenun ini secara adat dan budaya memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai busana sehari-hari, busana untuk tarian atau upacara adat, sebagai mas kawin, alat penghargaan dalam upacara kematian, alat pembayar denda adat, alat tukar (uang), perlambang strata sosial seseorang, alat penghargaan kepada tamu, sampai alat untuk menolak bencana.
Dalam masyarakat NTT, kain tenun dianggap sebagai harta kekayaan yang bernilai tinggi karena kain ini pembuatannya sangat sulit dan membutuhkan waktu lama. "Selain dibedakan dari motifnya, kain tenun juga dibedakan menurut proses pembuatannya, yaitu tenun ikat, tenun buna, dan tenun sotis," jelas Lusia.
1. Tenun ikat
Disebut kain tenun ikat karena proses pembentukan motifnya dilakukan melalui pengikatan benang-benang. Sedikit berbeda dengan di daerah lain dalam menggunakan cara benang pakannya (benang yang dimasukkan melintang pada benang lungsin ketika menenun kain), masyarakat NTT menenun dengan mengikat benang lusi (lungsi). Kain tenun ikat banyak ditemukan tersebar merata di semua kabupaten NTT, kecuali di kabupaten Manggarai dan sebagian kabupaten Ngada.
2. Tenun buna
Tenun buna ini merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh masyarakat sekitar di Timor Tengah bagian utara, dan banyak terdapat di kabupaten Kupang, Timor Tengah bagian selatan, Belu, dan Timor Tengah bagian utara. Proses pembuatan tenun buna dilakukan dengan mewarnai benang terlebih dulu. Benang yang sudah diwarnai kemudian digunakan untuk membentuk motif yang berbeda-beda pada kain.
3. Tenun lotis atau sotis
Lotis merupakan perpaduan dari kain tenun dengan gaya sulam. Tampilannya mirip dengan tenun songket. Proses pembuatannya mirip dengan tenun buna dimana benang harus diberi warna lebih dulu. Perajin tenun lotis biasanya akan melakukan dua pekerjaan sekaligus, yaitu menenun dan menyulam beberapa motif, sehingga dalam satu kain akan terlihat motif seperti tiga dimensi karena jahitan yang agak menonjol keluar.
Gaya tenun ini banyak terdapat di Kupang, Timor Tengah bagian selatan, Timor Tengah utara, Belu, Alor, Flores Timur, Lembata, Sikka, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, dan Sumba Barat. "Jenis kain inilah yang paling rumit proses pembuatannya, dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Tak heran kalau harganya lebih mahal," tutur desainer Musa Widyatmodjo.
Langganan:
Postingan (Atom)